Berapa Uang Warisan yang Perlu Kita Persiapkan?

Bagi sebagian orang mungkin sedikit tabu kali yaa, kalo ngomongin uang warisan, apalagi bila saat ini seluruh keluarga kita masih lengkap dan dalam kondiri sehat wal’afiat… Tapi sebetulnya nggak tabu-tabu amat kok kalo kita ngomongin hal-hal kayak gini, bahkan bagi sebagian orang hal ini cukup penting untuk dibahas, toh ini juga dalam rangka perencanaan masa depan… Ada yang bilang bahwa “jika kita gagal merencanakan, maka sama dengan merencanakan kegagalan”…

Nah kali ini kita mau ngomongin secara sederhana tentang menghitung uang warisan dalam konteks manajemen resiko atau asuransi, terutama yang berkaitan dengan resiko finansial… Dannn buat yang mau beli asuransi, hal ini harusnya cukup mendapatkan perhatian penting, jadi kita nggak boleh sembarangan dalam menentukan besarnya uang warisan, yang dalam bahasa asuransi biasa disebut “Uang Pertanggungan”.

Sebelumnya perlu saya informasikan bahwa belum semua orang mengerti arti pentingnya manajemen risiko terutama resiko finansial. Jadiii, ketika zaman baheula ketika orang tua atau kakek dan nenek kita meninggal dunia (atau menderita sakit parah yang butuh biaya puluhan hingga ratusan juta), kita-kita yang ditinggalkan ini tidak hanya mengalami kesedihan mental akan tetapi juga merasakan kehilangan yang bersifat material (finansial).

Kalo kita mau melihat lebih luas dilingkungan sekitar kita, berapa banyak anak yang putus sekolah atau terpaksa bekerja di usia muda, bahkan dibawah umur, ketika orang tua mereka secara mendadak meninggal dunia (atau sakit parah)? Beberapa mungkin masih beruntung dapat melanjutkan sekolah, akan tetapi gaya hidup dan kualitas hidup mereka harus turun drastis seiring dengan menurunnya penghasilan akibat hilangnya penghasilan dari orang tua (pencari nafkah) yang telah meninggal, atau jika orang tua mengalami sakit parah/ kritis pengeluaran mungkin bisa jadi lebih besar untuk biaya pengobatan yang jangka waktunya mungkin tidak bisa ditentukan.

Nah, semoga dengan tulisan sederhana ini kita bisa membuka wawasan tentang salah satu cara mengantisipasi hal ini yakni dengan sama-sama belajar tentang bagian dari manajemen resiko yang berkaitan dengan resiko finansial yang disebabkan karena menderita penyakit kritis atau meninggal dunia.

Wokeh, kita mulai yuk… Hmm… biar gampang saya coba pakai ilustrasi aja yah…

Contohnya begini, misalnya ada sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan 3 orang Anak. Sang Ayah adalah karyawan dengan pendapatan 120 juta per tahun, atau 10 juta perbulan, sementara itu sang Ibu juga bekerja dengan pendapatan 120 juta pertahun juga.



Pendapatan
==========
Ayah : Rp. 10.000.000,- per bulan
Ibu : Rp. 10.000.000,- per bulan
Anak : 3 orang dan anak yang terkecil berumur 1 tahun

Lalu pertanyaannya… Apa sih resiko (finansial) yang mungkin terjadi dari keluarga tersebut?

Salah satu resiko finansial yang bisa terjadi dalam keluarga ini adalah adanya peluang terjadinya musibah yang menimpa Sang Ayah (seperti kecelakaan, penyakit kritis, bencana alam, meninggal) yang menyebabkan Ayah tidak dapat bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Jika kita misalkan resiko terburuk terjadi, yakni keluarga kehilangan salah satu sumber pendapatan mereka, maka secara finansial posisi keuangan keluarga menjadi:




Pendapatan
==========
Ayah : Rp. 0,- per bulan
Ibu : Rp. 10.000.000,- per bulan
Anak : 3 orang dan anak yang terkecil berumur 1 tahun

Walaupun sumber pendapatan dari Ayah sudah tidak ada, biaya untuk kebutuhan hidup tetap harus dibayar, ya jelas dongs, karena Ibu dan Anak pasti tetap memerlukan makanan. Terlebih lagi apabila Anak-anak masih sekolah/ kuliah sampai anak yang terkecil dewasa, pastinya secara berkala keluarga harus membayar biaya pendidikan. Untuk mempertahankan gaya hidup seperti sekarang, setiap tahun keluarga ini akan mengalami defisit sebesar 120 juta rupiah per tahun atau 10 juta per bulan. Darimana dana yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini?

Nah disinilah peran manajemen resiko, karena tanpa adanya perencanaan keuangan yang baik, keluarga bisa jadi mengalami kebankrutan. Segala harta yang ada, niscaya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pola standar yang terjadi biasanya setelah hartanya habis, keluarga tersebut akan hidup dalam kemiskinan dan ada kemungkinan menjadi beban bagi sanak keluarga lainnya.

Pada fase ini seharusnya kita sudah mengerti bahwa disinilah muncul kebutuhan akan perlindungan terhadap masa depan keluarga yang masih ada. Perlindungan ini biasa kita kenal dengan “asuransi”. Disini juga prinsip asuransi bisa terbaca dengan jelas, yakni “Asuransi itu bukan mengharapkan orang untuk meninggal, tetapi supaya yang ditinggalkan bisa tetap melanjutkan hidup”… Dan perlu diluruskan bahwa asuransi disini BUKAN dalam konteks investasi… (Nah, disini nih banyak yang salah kaprah… Mungkin satu saat kita bisa ulas habis bahwa asuransi itu tidak sama dengan investasi, dan perlunya meluruskan pemahaman yang benar tentang asuransi dan perbedaannya dengan investasi)

Pada dasarnya ada beberapa cara untuk menghitung uang pertanggungan (uang warisan), salah satu cara yang menurut saya cukup sederhana (sebagai pemahaman awal) adalah dengan metode penghitungan Human Live Value, dengan cara ini kita akan mendapatkan jumlah uang yang seharusnya tersedia untuk menjamin keberlangsungan hidup keluarga sampai dengan anak yang terkecil tumbuh cukup dewasa dan mampu mencari pendapatan sendiri.

Dengan menggunakan contoh kasus diatas, Human Life Value (HLV) Ayah bisa dihitung sebagai berikut:
Anak yang terkecil berumur 1 tahun, jika dianggap pendidikan anak terkecil sampai dengan usia 24 tahun. Maka perlu perlindungan yang menggantikan penghasilan Ayah selama 23 tahun. Maka Ayah perlu dijamin dengan uang pertanggungan sebesar:

(   masa pertanggungan   X   penghasilan bulanan   X   12 bulan   )

23 tahun X Rp.10.000.000,00 X 12 bulan = Rp.2.760.000.000 
(Dua Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Juta Rupiah)

Nah, jadi sodara-sodara apa bila Ayah mengalami sesuatu hal yang kita semua tidak menginginkannya, minimal beliau harus memiliki uang warisan/ cadangan dana untuk keluarganya sebesar hitungan tersebut diatas, yakni 2,7 Milyar rupiah agar dapat tetap hidup selayaknya seperti saat ini, minimal sampai anaknya besar nanti...

Jika ingin lebih aman, sebagai tindakan tambahan dan preventif, ibu sebaiknya juga dijamin perlindungan (diasuransikan) karena kita tidak pernah tahu kapan dan kepada siapa musibah bisa menimpa kita… Asumsinya jika contoh diatas penghasilan Ibu sama dengan penghasilan Ayah, maka Ibu pun memerlukan perlindungan dengan Uang Pertanggungan dengan jumlah yang sama, yakni Rp.2.760.000.000.

Yup, kurang lebih begitu cara memperkirakan besar uang warisan yang layak kita persiapkan… Sebetulnya perlu saya informasikan bahwa hitungan ini sangatlah sederhana karena tidak memperhatikan banyak faktor lain… Tapi setidaknya bisa dijadikan acuan awal. Cara-cara untuk mempersiapkan uang warisan ini pun sebetulnya juga banyak, tidak melulu harus dengan asuransi, bisa juga dengan investasi, menang undian, nemu harta karun dan lain sebagainya, hehehe.

Tapi jika ikut asuransi memang lebih mudah dan sederhana sih, istilahnya dipaksa menabung untuk persiapan masa depan… Kembali ke contoh diatas, berarti jika Ayah terkena musibah, maka asuransi akan memberikan uang sebesar Rp.2.760.000.000 kepada keluarga yang ditinggalkan, dengan syarat ketika membeli asuransi Ayah sudah meminta untuk dibuatkan Uang Pertanggungan sebesar itu… Dengan pertanggungan ini diharapkan keluarga yang masih hidup dapat terus melanjutkan hidup dengan layak tanpa harus membebani sanak keluarga lainnya.

Gimana masbero dan embaksis? Sudah lumayan paham yaaa, boleh dong kasih masukkan, kritik dan saran untuk tulisan ini... Terima Kasih yaa...

~ Salam dari Bandung yang tak sesejuk dulu kala ~
~ Devi Azhar ~

1 comment:

  1. waduh sangat rumit ya? saya rada mumet ngitungnya , btw sangat membantu banget

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...